Bagaimana strategi orang
Sunda dulu berperang, belum banyak dibahas. Naskah Sanghyang Siksakandang
Karesian hanya menyebutkan nama-nama strategi perang yang diterapkan, paling
tidak sampai abad ke-16.
Dalam Sanghyang Siksakandang Karesian disebutkan, "Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, sucimuka, brajapanjara, asumaliput, meraksimpir, gagaksangkur, luwakmaturut, kidangsumeka, babahbuhaya, ngalinggamanik, lemahmrewasa, adipati, prebusakti, pakeprajurit, tapaksawetrik, tanyalah panglima perang." (Danasasmita, dkk., 1987).
Dalam Sanghyang Siksakandang Karesian disebutkan, "Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, sucimuka, brajapanjara, asumaliput, meraksimpir, gagaksangkur, luwakmaturut, kidangsumeka, babahbuhaya, ngalinggamanik, lemahmrewasa, adipati, prebusakti, pakeprajurit, tapaksawetrik, tanyalah panglima perang." (Danasasmita, dkk., 1987).
Tulisan ini mencoba
mendeskripsikan strategi perang dimaksud. Mudah-mudahan bisa jadi bahan kajian
yang lebih mendalam untuk berbagai pemanfaatan.
1. Makarabihwa; cara mengalahkan musuh dengan tidak berperang. Mengalahkan musuh
dari dalam musuh itu sendiri, dengan menggunakan kekuatan pengaruh. Praktik
merusak kekuatan musuh dari dalam agar merasa kalah sebelum berperang.
2. Katrabihwa; posisi prajurit saat menyerang musuh, ada yang ditempatkan di
atas, biasanya dengan menggunakan senjata panah, dan prajurit yang di bawah,
biasanya menggunakan tombak dan berkuda.
3. Lisangbihwa; sebelum perang dimulai, Panglima Perang/Hulu Jurit mengumpulkan
pasukan tempurnya agar seluruh prajurit berteguh hati menjadi pasukan yang
berani dan bersemangat berperang untuk mengalahkan musuh walau pun kekuatan
lebih kecil.
4. Singhabihwa;
mengalahkan pertahanan musuh dengan cara menyusup. Para penyusup merupakan tim
kecil yang jumlahnya hanya lima orang, terdiri atas ahli perang, ahli strategi,
dan ahli memengaruhi musuh. Musuh terpengaruh oleh strategi yang kita lancarkan
sehingga pada tahap ini musuh hancur oleh pikirannya sendiri. Waktunya sangat
lama.
5. Garudabihwa;
memusatkan kekuatan pasukan pada posisi yang tersebar di beberapa titik penting
yang telah ditentukan untuk pertempuran. Kekuatan di setiap titik jumlahnya 20
orang. Dengan simbol-simbol khusus, prajurit yang tersebar itu akan menyerang
secara berbarengan dan sekaligus, kemudian menyebar kembali untuk mempersiapkan
penyerangan berikutnya.
6. Cakrabihwa; menyusupkan beberapa orang prajurit ke benteng pertahanan musuh
dengan cara rahasia dengan tujuan utama untuk menyusupkan persenjataan yang
kelak akan digunakan oleh pasukan saat bertempur. Mereka harus prajurit yang
sangat terlatih dan mengetahui medan serta mengetahui cara-cara penyusupan.
7. Sucimuka; upaya pembersihan musuh setelah perang usai sebab biasanya masih
ada musuh yang berdiam di persembunyian. Para prajurit harus mengetahui
daerah-daerah yang pantas digunakan sebagai tempat berlindung dan menjadi
persembunyian musuh yang sudah tercerai-berai. Prajurit harus mengetahui
jalan-jalan yang dijadikan tempat untuk meloloskan diri. Pembersihan ini sangat
penting agar musuh tidak menghimpun kekuatannya kembali.
8. Brajapanjara; mendidik beberapa orang musuh agar bekerja untuk pihak kita.
Setelah dianggap tidak membahayakan, mereka dilepas kembali ke daerahnya untuk
dijadikan mata-mata. Orang itulah yang akan mengirimkan informasi mengenai
kekuatan musuh, seperti jenis dan jumlah senjata yang mereka miliki, dan
strategi perang apa yang akan digunakan. Harus sangat hati-hati saat
mendidiknya.
9. Asumaliput; setiap prajurit harus mengetahui tempat berlindung atau
bersembunyi serta tidak akan diketahui musuh, seperti di dalam gua, tetapi
harus pandai melihat situasi.
10. Meraksimpir; cara
berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih rendah, sedangkan musuh
berada di daerah yang lebih tinggi. Bila posisinya demikian, pasukan
dipersenjatai dengan tombak dan berkuda.
11. Gagaksangkur; cara berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih
tinggi, sedangkan musuh berada di bawah. Cara mengalahkan musuh dari atas,
seperti cara meloncat atau menghadang.
12. Luwakmaturut; gerakan untuk memburu musuh yang kabur dari lapangan
pertempuran. Prajurit harus tahu cara pengejaran yang paling cepat di berbagai
medan yang berbeda. Pengejaran musuh harus sampai di tempat persembunyiannya,
apakah di air, atau yang lari ke dalam hutan.
13. Kudangsumeka; cara menggunakan pedang yang lebih kecil. Bila menyusup ke
daerah musuh, prajurit harus mengetahui cara-cara menyembunyikan pedang/senjata
itu agar tidak diketahui musuh.
14. Babahbuhaya; cara menghimpun kekuatan prajurit pada saat pasukan tertekan dan
terjepit musuh, seperti cara/upaya memulihkan mental, semangat, dan kekuatan
prajurit. Dilatihkan ke mana harus berlari, jangan sampai berlari ke daerah
kekuatan musuh. Cara bagaimana bila saat berlari ada musuh di depan, atau musuh
yang terus mengejar, serta cara bagaimana memilih tempat perlindungan. Bila
terlihat aman, prajurit merundingkan upaya penyelamatan dan merencanakan
penyerangan balik.
15. Ngalinggamanik; prajurit yang sudah terlatih dipersenjatai dengan senjata
rahasia, atau senjata keramat kerajaan, seperti tombak. Prajurit dilatih untuk
mengendalikan senjata keramat itu, bila tidak, bisa-bisa prajurit itu yang
terpental atau pingsan.
16. Lemahmrewasa; cara berperang di hutan belantara atau di tempat-tempat yang
rimbun, terutama ketika pasukan dalam keadaan terdesak dengan senjata pasukan
yang sudah tidak mampu melayani kekuatan persenjataan musuh. Semua potensi yang
bisa digunakan sebagai senjata dimanfaatkan, seperti batu atau batang pohon.
17. Adipati; teknik untuk melatih prajurit yang akan dijadikan prajurit
dengan kemampuan khusus. Pasukan komando yang memunyai kemampuan perseorangan
yang tangguh dan dapat diandalkan.
18. Prebusakti; setiap prajurit dibekali latihan keahlian khusus seperti tenaga
dalam agar senjata lebih berisi, lebih matih, punya kekuatan mengalahkan musuh
secara luar biasa.
19. Pakeprajurit; sering kali raja menitahkan untuk tidak berperang. Prajurit
terpilih, yaitu prajurit yang sudah terlatih untuk berunding, mengadakan perundingan-perindingan
sehingga musuh dapat dikalahkan tanpa berperang. Namun, Panglima Perang/Sang
Hulu Jurit, sesungguhnya menghendaki kemenangan dengan cara berperang.
20. Tapaksawetrik; cara-cara berperang di air: bagaimana cara mengelabui musuh agar
tidak mengetahui pergerakan prajurit, serta cara-cara menggunakan senjata di
air, seperti di sungai. Prajurit harus terlatih untuk mendekati musuh melalui
jalan air.
SENJATA
Persenjataan yang digunakan dalam perang pada zaman itu pada
umumnya sudah berupa senjata dari logam, apakah itu tombak atau pun pedang.
Peninggalan senjata yang ditemukan di beberapa tempat di Jawa Barat, masih
dapat dilihat di Museum Nasional di Jakarta (Lihat Krom, "Laporan
Kepurbakalaan Jawa Barat 1914"). Sementara itu, kendaraan yang digunakan
saat bertempur pada umumnya adalah kuda.
Tulisan ini merupakan upaya pendahuluan untuk mengetahui deskripsi dari setiap istilah strategi perang yang terdapat dalam Sanghyang Siksakandang Karesian.
Sumber : Wacana Nusantara
Tulisan ini merupakan upaya pendahuluan untuk mengetahui deskripsi dari setiap istilah strategi perang yang terdapat dalam Sanghyang Siksakandang Karesian.
Sumber : Wacana Nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar