Banyak yang sudah mengitahui bahkan menginjakan kaki di GUNUNG PADANG CIANJUR,tapi tak banyak yang mengetahui GUNUNG PADANG CILACAP.
Bermula dari kisah di masayarakat sekitar, yang meyakini akan dibangunnya sebuah keraton PAJAJARAN di wilayah timur Pajajaran tepatnya di Desa selabu - Kecamatan Majenang - Kabupaten Cilacap, sebagai persiapan penyambutan kelahiran putra mahkota yang sangat diidamkannya. Sayangnya harapan tinggal harapan, putra mahkota yang sanagat di idamkan terlahir dalam kondisi yang tak diharapkan.
Saat kelahiran sang putra mahkota dihanyutkan ke sungai, oleh orang-orang yang tak menyukai kelahirannya dan di gantikan dengan seekor anjing. Dengan kemarahan dan kekecewaan Sang Prabu, akhirnya rencana pembuatan keraton di batalkan, dan bebatuan yang telah terkumpul dibiarkan begitu saja sampai beratus-ratus tahun.
Untuk mencapai lokasi tidaklah gampang karena berada jauh dari perkotaan bahkan dari desa Selebu-nya sekalipun mesti melakukan perjalanan jauh yang menghabiskan waktu sampai satu jam, menerobos hutan pinus dan menyusuri sungai Cikahuripan. Namun kelelahan akan segera terobati manakala tiba di tempat tujuan.
Sayangnya situs ini tidak terawat, masih perlu banyak pembenahan agar bisa dijadikan studi bahkan aset wisata.
Akhir bulan november 2011, Cirebon digemparkan dengan di temukannya pondasi sebuah candi kuno di wilayah Kanci kulon kec Astana Japura Kab Cirebon. Belum ada kepastian peninggalan jaman kerajaan mana, karena pihak arkeologi bandung yang di hubungi belum melakukan penelitian lebih jauh.
Namun bedasarkan tempat yang tak begitu jauh dari situs Astana Japura, maka sebagian warga menyimpulkan bahwa Candi adalah peninggalan Kerajaan Japura. Seperti tercatat dalam sejarah bahwa sebelum berdirinya kesultanan Pakungwati Cirebon, di wilayah Cirebon berdiri beberapa kerajaan seperti, Indraprahasta, Wanagiri, Mertasinga/singapura, Carbon Girang dan Japura.
Wilayah Japura tidak terlalu luas seperti Galuh atau Sunda, mengingat Japura adalah kerajaan di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Wilayahnya meliputi, japura, sindanglaut dan sebagian cirebon selatan saat ini. Raja yang terkenal adalah Prabu Amuk Murugul Sakti.
Prabu Amuk Murugul adalah putra dari Prabu Susuk Tunggal penguasa keraton Pakuan Pajajara. Kesaktianya mengatar dirinya hingga menjadi pinalis saat memperebutkan Nyi Mas Subang Larang. Namun kesaktian yang dimilikinya tak mampu mengalahkan Prabu Siliwangi Jayadewata Pamanah Rasa.
Bagaimana strategi orang
Sunda dulu berperang, belum banyak dibahas. Naskah Sanghyang Siksakandang
Karesian hanya menyebutkan nama-nama strategi perang yang diterapkan, paling
tidak sampai abad ke-16. Dalam Sanghyang Siksakandang Karesian disebutkan,
"Bila ingin tahu tentang perilaku perang, seperti
makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa,
cakrabihwa, sucimuka, brajapanjara, asumaliput, meraksimpir, gagaksangkur,
luwakmaturut, kidangsumeka, babahbuhaya, ngalinggamanik, lemahmrewasa, adipati,
prebusakti, pakeprajurit, tapaksawetrik, tanyalah panglima perang."
(Danasasmita, dkk., 1987).
Tulisan ini mencoba
mendeskripsikan strategi perang dimaksud. Mudah-mudahan bisa jadi bahan kajian
yang lebih mendalam untuk berbagai pemanfaatan.
1.Makarabihwa; cara mengalahkan musuh dengan tidak berperang. Mengalahkan musuh
dari dalam musuh itu sendiri, dengan menggunakan kekuatan pengaruh. Praktik
merusak kekuatan musuh dari dalam agar merasa kalah sebelum berperang.
2.Katrabihwa; posisi prajurit saat menyerang musuh, ada yang ditempatkan di
atas, biasanya dengan menggunakan senjata panah, dan prajurit yang di bawah,
biasanya menggunakan tombak dan berkuda.
3.Lisangbihwa; sebelum perang dimulai, Panglima Perang/Hulu Jurit mengumpulkan
pasukan tempurnya agar seluruh prajurit berteguh hati menjadi pasukan yang
berani dan bersemangat berperang untuk mengalahkan musuh walau pun kekuatan
lebih kecil.
4. Singhabihwa;
mengalahkan pertahanan musuh dengan cara menyusup. Para penyusup merupakan tim
kecil yang jumlahnya hanya lima orang, terdiri atas ahli perang, ahli strategi,
dan ahli memengaruhi musuh. Musuh terpengaruh oleh strategi yang kita lancarkan
sehingga pada tahap ini musuh hancur oleh pikirannya sendiri. Waktunya sangat
lama.
5. Garudabihwa;
memusatkan kekuatan pasukan pada posisi yang tersebar di beberapa titik penting
yang telah ditentukan untuk pertempuran. Kekuatan di setiap titik jumlahnya 20
orang. Dengan simbol-simbol khusus, prajurit yang tersebar itu akan menyerang
secara berbarengan dan sekaligus, kemudian menyebar kembali untuk mempersiapkan
penyerangan berikutnya.
6.Cakrabihwa; menyusupkan beberapa orang prajurit ke benteng pertahanan musuh
dengan cara rahasia dengan tujuan utama untuk menyusupkan persenjataan yang
kelak akan digunakan oleh pasukan saat bertempur. Mereka harus prajurit yang
sangat terlatih dan mengetahui medan serta mengetahui cara-cara penyusupan.
7.Sucimuka; upaya pembersihan musuh setelah perang usai sebab biasanya masih
ada musuh yang berdiam di persembunyian. Para prajurit harus mengetahui
daerah-daerah yang pantas digunakan sebagai tempat berlindung dan menjadi
persembunyian musuh yang sudah tercerai-berai. Prajurit harus mengetahui
jalan-jalan yang dijadikan tempat untuk meloloskan diri. Pembersihan ini sangat
penting agar musuh tidak menghimpun kekuatannya kembali.
8.Brajapanjara; mendidik beberapa orang musuh agar bekerja untuk pihak kita.
Setelah dianggap tidak membahayakan, mereka dilepas kembali ke daerahnya untuk
dijadikan mata-mata. Orang itulah yang akan mengirimkan informasi mengenai
kekuatan musuh, seperti jenis dan jumlah senjata yang mereka miliki, dan
strategi perang apa yang akan digunakan. Harus sangat hati-hati saat
mendidiknya.
9.Asumaliput; setiap prajurit harus mengetahui tempat berlindung atau
bersembunyi serta tidak akan diketahui musuh, seperti di dalam gua, tetapi
harus pandai melihat situasi.
10. Meraksimpir; cara
berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih rendah, sedangkan musuh
berada di daerah yang lebih tinggi. Bila posisinya demikian, pasukan
dipersenjatai dengan tombak dan berkuda.
11.Gagaksangkur; cara berperang ketika prajurit berada di daerah yang lebih
tinggi, sedangkan musuh berada di bawah. Cara mengalahkan musuh dari atas,
seperti cara meloncat atau menghadang.
12.Luwakmaturut; gerakan untuk memburu musuh yang kabur dari lapangan
pertempuran. Prajurit harus tahu cara pengejaran yang paling cepat di berbagai
medan yang berbeda. Pengejaran musuh harus sampai di tempat persembunyiannya,
apakah di air, atau yang lari ke dalam hutan.
13.Kudangsumeka; cara menggunakan pedang yang lebih kecil. Bila menyusup ke
daerah musuh, prajurit harus mengetahui cara-cara menyembunyikan pedang/senjata
itu agar tidak diketahui musuh.
14.Babahbuhaya; cara menghimpun kekuatan prajurit pada saat pasukan tertekan dan
terjepit musuh, seperti cara/upaya memulihkan mental, semangat, dan kekuatan
prajurit. Dilatihkan ke mana harus berlari, jangan sampai berlari ke daerah
kekuatan musuh. Cara bagaimana bila saat berlari ada musuh di depan, atau musuh
yang terus mengejar, serta cara bagaimana memilih tempat perlindungan. Bila
terlihat aman, prajurit merundingkan upaya penyelamatan dan merencanakan
penyerangan balik.
15.Ngalinggamanik; prajurit yang sudah terlatih dipersenjatai dengan senjata
rahasia, atau senjata keramat kerajaan, seperti tombak. Prajurit dilatih untuk
mengendalikan senjata keramat itu, bila tidak, bisa-bisa prajurit itu yang
terpental atau pingsan.
16.Lemahmrewasa; cara berperang di hutan belantara atau di tempat-tempat yang
rimbun, terutama ketika pasukan dalam keadaan terdesak dengan senjata pasukan
yang sudah tidak mampu melayani kekuatan persenjataan musuh. Semua potensi yang
bisa digunakan sebagai senjata dimanfaatkan, seperti batu atau batang pohon.
17.Adipati; teknik untuk melatih prajurit yang akan dijadikan prajurit
dengan kemampuan khusus. Pasukan komando yang memunyai kemampuan perseorangan
yang tangguh dan dapat diandalkan.
18.Prebusakti; setiap prajurit dibekali latihan keahlian khusus seperti tenaga
dalam agar senjata lebih berisi, lebih matih, punya kekuatan mengalahkan musuh
secara luar biasa.
19.Pakeprajurit; sering kali raja menitahkan untuk tidak berperang. Prajurit
terpilih, yaitu prajurit yang sudah terlatih untuk berunding, mengadakan perundingan-perindingan
sehingga musuh dapat dikalahkan tanpa berperang. Namun, Panglima Perang/Sang
Hulu Jurit, sesungguhnya menghendaki kemenangan dengan cara berperang.
20.Tapaksawetrik; cara-cara berperang di air: bagaimana cara mengelabui musuh agar
tidak mengetahui pergerakan prajurit, serta cara-cara menggunakan senjata di
air, seperti di sungai. Prajurit harus terlatih untuk mendekati musuh melalui
jalan air.
SENJATA
Persenjataan yang digunakan dalam perang pada zaman itu pada
umumnya sudah berupa senjata dari logam, apakah itu tombak atau pun pedang.
Peninggalan senjata yang ditemukan di beberapa tempat di Jawa Barat, masih
dapat dilihat di Museum Nasional di Jakarta (Lihat Krom, "Laporan
Kepurbakalaan Jawa Barat 1914"). Sementara itu, kendaraan yang digunakan
saat bertempur pada umumnya adalah kuda.
Tulisan ini merupakan upaya pendahuluan untuk
mengetahui deskripsi dari setiap istilah strategi perang yang terdapat dalam
Sanghyang Siksakandang Karesian. Sumber : Wacana Nusantara
Prabu
Siliwangi berpesan waktu beliau sebelum menghilang:
Perjalanan kita hanya sampai disini hari
ini, walaupun kalian semua setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian
dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar.
Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian
hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat
ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku
tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar
dan miskin.
Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku,
cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang
ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja
yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut
siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!
Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu:
Kekuasaan akan turut dengan kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan
memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka
akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu.
Silahkan pergi!
Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh
kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara
kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian
dan semua yang baik hatinya.
Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan!
Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu
diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang
menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan
kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah!
Semua keturunan kalian akan aku kunjungi,
tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi,
menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus
perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan
terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya,
mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga
mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku
datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian.
Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari
alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan
jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada
akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang
hilang bisa diteemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai
dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan bahkan
berlebihan kalau bicara. Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui,
sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti!
Ada yang berani menelusuri terus menerus,
tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa.
Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu,
tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau
bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan
sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi
akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu
jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap
waktu akan berulang itu dan itu lagi.
Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan
berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai
Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan
pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan
memerintah di pusat kota. semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule
memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu
tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.
Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet.
Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti
terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar.
Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual!
Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat
itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi
pemimpin yang salah arah! Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong,
kerbau bule kabur.
Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan
kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis
oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit,
kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh
penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat
digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang
mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan.
Semenjak itu keturunan kita banyak yang
berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar
bahwa jaman sudah berganti cerita lagi. Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara
terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di
sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di
sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang
mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman
dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung
semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah
berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam
diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda
dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan
dikejar.
Tetapi…ada yang menghentikan, yang
menghentikan adalah orang sebrang. Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari
orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah
seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru
susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman.
Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama,
setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang
benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam
negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran. Lalu akan ada penguasa, tapi
penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu
yang tidak boleh ditutup, membuat pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon
beringin. Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat,
segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang
sudah susah.
Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang
diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya.
Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil
menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi
bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu
sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso,
bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang
bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi
pintar kebelinger.
Pada saat itu datang pemuda berjanggut,
datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan
semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena
pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah
memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut
ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain,
beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.
Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran.
Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini.
Penguasa yang buta, semakin hari semakin
berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai
oleh kelakuan hewan. Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi
karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada
mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk
perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! di
situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin
besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan
menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar?
Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta
bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap
terbawa-bawa. Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka
memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya
uang.
Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi
nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi
seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi
semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu
adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga
kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala. Silahkan pergi,
ingat jangan menoleh kebelakang.
Awal kisah di mulai dari Kerajaan Saunggalah I (Wilayah Kuningan sekarang)
yang sebenarnya telah eksis sejak awal abad 8M; seperti yang terinformasikan
dalam naskah lama Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa dengan nama Saunggalah.
Rajanya bernama Resiguru Demunawan kakak kandung Purbasora (Raja di Galuh
716-732M). Ayahnyalah (Rahyang Sempakwaja yaitu Penguasa Galunggung) yang mendudukkannya
menjadi raja di Saunggalah I.
Tokoh yang mempunyai gelar Resiguru dalam sejarah Sunda hanya dipunyai oleh
tiga tokoh, yaitu Resiguru Manikmaya (Raja di Kendan, 536-568M), Resiguru
Demunawan (di Saunggalah I/Kuningan, awal abad 8M) dan Resiguru Niskala Wastu
Kancana (Raja di Kawali, 1371-1475M). Resiguru adalah gelar yang sangat
terhormat bagi seorang raja yang telah membuat/menurunkan suatu “AJARAN” (visi
hidup, teh way of live) bagi acuan hidup keturunannya (mungkin yang disebut
dalam naskah kuna dengan istilah Sanghyang Linggawesi?).
Bila demikian halnya, maka tidak ayal lagi Resiguru Demunawan, tokoh cikal
bakal Kerajaan Saunggalah I pun mempunyai atau membuat suatu “AJARAN”.
Keyakinan ini dibuktikan oleh seorang keturunannya yang juga menjadi Raja di
Saunggalah I (Kuningan) dan kemudian pindah menjadi raja di Saunggalah II
(Mangunreja/Sukapura) yaitu PRABUGURU DARMASIKSA (1175-1297 M) yang memerintah
selama 122 tahun (!).
Prabuguru Darmasiksa pertama kali memerintah di Saunggalah I (persisnya
sekarang di desa Ciherang, Kec. Kadugede, Kab. Kuningan selama beberapa tahun)
yang selanjutnya diserahkan kepada puteranya dari istrinya yang berasal dari
Darma Agung, yang bernama Prabu Purana (Premana?).
KERAJAAN SAUNGGALAH II (MANGUNREJA - SUKAPURA - TASIKMALAYA)
Kemudian Prabuguru Darmasiksa pindah ke Saunggalah II (sekarang daerah
Mangunreja di kaki Gunung Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya), yang nantinya
kerajaan diserahkan kepada putranya yang bernama Prabu Ragasuci. Adapun
Prabuguru Darmasiksa diangkat menjadi Raja di Karajaan Sunda (Pakuan) sampai
akhir hayatnya.
Setelah ditelusuri, ternyata Prabuguru Darmasiksa adalah tokoh yang
meletakkan dasar-dasar Pandangan Hidu/Visi ajaran hidup secara tertulis berupa
nasehat. Naskahnya disebut sebagai AMANAT DARI GALUNGGUNG, disebut juga sebagai
NASKAH CIBURUY (nama tempat di Garut Selatan tempat ditemukan naskah Galunggung
tsb) atau disebut pula KROPAK No.632, ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar
yang terdiri atas 12 halaman; menggunakan aksara Sunda Kuna.
Dalam naskah Amanat Dari Galunggung diharapkan kita akan dapat menyebutnya
sebagai “AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA” yang hanya terdiri dari 6 lembar daun
nipah. Didalam amanat ini tersirat secara lengkap apa visi hidup yang harus
dijadikan pegangan masyarakat dan menjadi citra jatidiri kita (khususnya
Sukapura/Tasikmalaya), lebih makronya lagi bagi orang Sunda yang kemudian
mungkin merupakan kontribusi bagi kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara
yang berwawasaan Nusantara.
Di bawah rangkuman amanat-amanat Prabuguru Darmasiksa dari setiap halaman
(yang diberi nomor sesuai dengan terjemahan Saleh Danasasmita dkk, 1987).
Sistematika rangkuman tersebut terbagi dalam 4 point:
1.Amanat yang bersifat
pegangan hidup /cecekelan hirup.
2.Amanat yang bersifat
perilaku yang negatif (non etis) ditandai dengan kata penafian “ulah” (jangan).
3.Amanat yang bersifat
perilaku yang positif (etis) ditandai dengan kata imperatif “kudu” (harus).
4.Kandungan nilai,
sebagai interpretasi penulis.
AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA
Terjemahan bebas
HALAMAN 1
Pegangan Hidup:
Prabu Darmasiksa menyebutkan lebih dulu
9 nama-nama raja leluhurnya.
Darmasiksa memberi amanat ini adalah
sebagai nasihat kepada: anak, cucu, umpi (turunan ke-3), cicip (ke-4), muning
(ke-5), anggasantana (ke-6), kulasantana (ke-7), pretisantana (ke-8), wit wekas
( ke-9, hilang jejak), sanak saudara, dan semuanya.
Kandungan Nilai:
Mengisyaratkan kepada kita bahwa harus
menghormati/mengetahui siapa para leluhur kita. Ini kesadaran akan sejarah
diri.
Mengisyaratkan pula kesadaran untuk
menjaga kualitas (SDM) keturunannya dan seluruh insan-insan masyarakatnya.
HALAMAN 2
Pegangan Hidup:
Perlu mempunyai kewaspadaan akan
kemungkinan dapat direbutnya kemuliaan (kewibawaan dan kekuasaan) serta
kejayaan bangsa sendiri oleh orang asing.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan merasa diri yang paling benar,
paling jujur, paling lurus.
Jangan menikah dengan saudara.
Jangan membunuh yang tidak berdosa.
Jangan merampas hak orang lain.
Jangan menyakiti orang yang tidak
bersalah.
Jangan saling mencurigai.
Kandungan Nilai:
Sebagai suatu bangsa (Sunda) harus tetap
waspada, tidak boleh lengah jangan sampai kekuasaan dan kemuliaan kita/Sunda
direbut/didominasi oleh orang asing.
Kebenaran bukan untuk diperdebatkan tapi
untuk diaktualisasikan.
Pernikahan dengan saudara dekat tidak
sehat.
Segala sesuatu harus mengandung nilai
moral.
HALAMAN 3
Pegangan Hidup:
Harus dijaga kemungkinan orang asing
dapat merebut kabuyutan (tanah yang disakralkan).
Siapa saja yang dapat menduduki tanah
yang disakralkan (Galunggung), akan beroleh kesaktian, unggul perang, berjaya,
bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
Bila terjadi perang, pertahankanlah
kabuyutan yang disucikan itu.
Cegahlah kabuyutan (tanah yang
disucikan) jangan sampai dikuasai orang asing.
Lebih berharga kulit lasun (musang) yang
berada di tempat sampah dari pada raja putra yang tidak bisa mempertahankan
kabuyutan/tanah airnya.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan memarahi orang yang tidak
bersalah.
Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang
telah mampu mempertahankan tanahnya (kabuyutannya) pada jamannya.
Kandungan Nilai:
Tanah kabuyutan, tanah yang disakralkan,
bisa dikonotasikan sebagai tanah air (lemah cai, ibu pertiwi). Untuk orang
Sunda adalah Tatar Sunda-lah tanah yang disucikannya (kabuyutannya). Untuk
orang Sukapura/Tasikmalaya ya wilayahnya itulah tanah yang disucikannya.
Siapa yang bisa menjaga tanah airnya
akan hidup bahagia.
Pertahankanlah eksistensi tanah air kita
itu. Jangan sampai dikuasai orang asing.
Alangkah hinanya seorang anak bangsa,
jauh lebih hina dan menjijikan dibandingkan dengan kulit musang (yang berbau
busuk) yang tercampak di tempat samah (tempat hina dan berbau busuk), bila anak
bangsa tsb tidak mampu mempertahankan tanah airnya.
Hidup harus mempunyai etika.
HALAMAN 4
Pegangan Hidup:
Hindarilah sikap tidak mengindahkan
aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri.
Orang yang melanggar aturan, tidak tahu
batas, tidak menyadari akan nasihat para leluhurnya, sulit untuk diobati sebab
diserang musuh yang “halus”.
Orang yang keras kepala, yaitu orang
yang ingin menang sendiri, tidak mau mendengar nasihat ayah-bunda, tidak
mengindahkan ajaran moral (patikrama). Ibarat pucuk alang-alang yang memenuhi
tegal.
Kandungan Nilai:
Hidup harus tunduk kepada aturan, termasuk
mentaati “pantangan” diri sendiri. Ini menyiratkan bahwa manusia harus sadar
hukum, bermoral; tahu batas dan dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Orang yang moralnya rusak sulit
diperbaiki, sebab terserang penyakit batin (hawa nafsunya), termasuk orang yang
keras kepala.
HALAMAN 5
Pegangan Hidup:
Orang yang mendengarkan nasihat
leluhurnya akan tenteram hidupnya, berjaya. Orang yang tetap hati seibarat
telah sampai di puncak gunung.
Bila kita tidak saling bertengkar dan
tidak merasa diri paling lurus dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia
akan tenteram, ibarat gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening
airnya; seperti kita kembali ke kampung halaman tempat berteduh.
Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan
hidup kita semua.
Jangan kosong (tidak mengetahui) dan
jangan merasa bingung dengan ajaran keutamaan dari leluhur.
Semua yang dinasihatkan bagi kita semua
ini adalah amanat dari Rakeyan Darmasiksa.
Kandungan Nilai:
Manusia harus rendah hati jangan angkuh.
Agama sebagai pegangan hidup harus
ditegakkan.
Pengetahuan akan nilai-nilai peninggalan
para leluhur harus didengar dan dilaksanakan.
HALAMAN 6
Pegangan Hidup:
Sang Raja Purana merasa bangga dengan
ayahandanya (Rakeyan Darmasiksa), yang telah membuat ajaran/pegangan hidup yang
lengkap dan sempurna.
Bila ajaran Darmasiksa ini tetap
dipelihara dan dilaksanakan maka akan terjadi:
- Raja pun akan tenteram dalam
menjalankan tugasnya;
- Keluarga/tokoh masyarakat akan lancar
mengumpulkan bahan makanan.
- Ahli strategi akan unggul perangnya.-
Pertanian akan subur.- Panjang umur.
§
SANG RAMA (tokoh masyarakat) bertanggung jawab atas
kemakmuran hidup.
§SANG RESI (cerdik pandai, berilmu), bertanggung jawab
atas kesejahteraan.
§SANG PRABU (birokrat) bertanggung jawab atas
kelancaran pemerintahan.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan berebut kedudukan.
Jangan berebut penghasilan.
Jangan berebut hadiah.
Perilaku Yang Positif:
Harus bersama- sama mengerjakan
kemuliaan, melalui: perbuatan, ucapan dan itikad yang bijaksana.
Kandungan Nilai:
Seorang ayah/orang tua harus menjadi
kebangagan puteranya/keturunannya.
Melaksanakan ajaran yang benar secara
konsisten akan mewujudkan ketenteraman dan keadil-makmuran.
Bila tokoh yang tiga (Rama, Resi dan
Prabu), biasa disebut dengan Tri Tangtu di Bumi (Tiga penentu di Dunia),
berfungsi dengan baik, maka kehidupan pun akan sejahtera.
Hidup jangan serakah.
Kemuliaan itu akan tercapai bila
dilandasi dengan tekad, ucap dan lampah yang baik dan benar.
HALAMAN 7
Pegangan Hidup:
Kita akan menjadi orang terhormat dan
merasa senang bila mampu menegakkan agama/ajaran.
Kita akan menjadi orang
terhormat/bangsawan bila dapat menghubungkan kasih sayang/silaturahmi dengan
sesama manusia.
Itulah manusia yang mulia.
Dalam ajaran patikrama (etika), yang
disebut bertapa itu adalah beramal/bekerja, yaitu apa yang kita kerjakan.
Buruk amalnya ya buruk pula tapanya,
sedang amalnya ya sedang pula tapanya; sempurna amalnya/kerjanya ya sempurna
tapanya.
Kita menjadi kaya karena kita bekerja,
berhasil tapanya.
Orang lainlah yang akan menilai
pekerjaan/tapa kita.
Perilaku Yang Positif:
Perbuatan, ucapan dan tekad harus
bijaksana.
Harus bersifat hakiki,
bersungguh-sungguh, memikat hati, suka mengalah, murah senyum, berseri hati dan
mantap bicara.
Perilaku Yang Negatif:
Jangan berkata berteriak, berkata
menyindir-nyindir, menjelekkan sesama orang dan jangan berbicara mengada-ada.
Kandungan Nilai:
Manusia yang mulia itu adalah yang taat
melaksanakan agama/ajaran dan mempererat silaturahmi dengan sesama orang.
Dalam budaya Sunda, yang disebut bertapa
itu adalah beramal/bekerja/berkarya.
Etika dan tatakrama dalam bermasyarakat
perlu digunakan.
HALAMAN 8
Pegangan Hidup:
Bila orang lain menyebut kerja kita
jelek, yang harus disesali adalah diri kita sendiri.
Tidak benar, karena takut dicela orang,
lalu kita tidak bekerja/bertapa.
Tidak benar pula bila kita berkeja hanya
karena ingin dipuji orang.
Orang yang mulia itu adalah yang
sempurna amalnya, dia akan kaya karena hasil tapanya itu.
Camkan ujaran para orang tua agar masuk
surga di kahiyangan.
Kejujuran dan kebenaran itu ada pada
diri sendiri.
Itulah yang disebut dengan kita
menyengaja berbuat baik.
Perilaku Yang Positif:
Yang disebut berkemampuan itu
adalah:
Harus cekatan, terampil, terampil, tulus
hati, rajin dan tekun, bertawakal, tangkas, bersemangat, s perwira/berjiwa
pahlawan, cermat, teliti, penuh keutamaan dan berani tampil. Yang dikatakan
semua ini itulah yang disebut orang yang BERHASIL TAPANYA, BENAR-BENAR KAYA,
KESEMPURNAAN AMAL YANG MULIA.
Kandungan Nilai:
Manusia perlu introspeksi dan
retrospeksi.
Jangan menyalahkan orang lain.
Berkerja harus iklas jangan karena ingin
dipuji orang.
Orang yang mulia itu adalah orang yang
bekerja/beramal/berkarya.
Kejujuran dan kebenaran ada di dalam
diri pribadi, itu adalah hati nurani.Manusia yang mulia itu adalah yang
mempunyai kualitas SDM prima.
HALAMAN 9
Pegangan Hidup:
Perlu diketahui bahwa yang mengisi
neraka itu adalah manusia yang suka mengeluh karena malas beramal; banyak yang
diinginkannya tetapi tidak tersedia di rumahnya; akhirnya meminta-minta kepada
orang lain.
Perilaku Yang Negatif:
Arwah yang masuk ke neraka itu dalam
tiga gelombang, berupa manusia yang pemalas, keras kepala, pandir/bodoh,
pemenung, pemalu, mudah tersinggung/babarian, lamban, kurang semangat, gemar tiduran,
lengah, tidak tertib, mudah lupa, tidak punya keberanian/pengecut, mudah
kecewa, keterlaluan/luar dari kebiasaan, selalau berdusta, bersungut-sungut,
menggerutu, mudah bosan, segan mengalah, ambisius, mudah terpengaruh, mudah
percaya padangan omongan orang lain, tidak teguh memegang amanat, sulit hat,
rumit mengesalkan, aib dan ista.
Kandungan Nilai:
Manusia perlu menyadari keadaan dirinya.
Jangan konsumtif tetapi harus produktif
dan pro aktif, beretos kerja tinggi serta mempunyai kepribadian dan berkarakater
yang positif.
Karater yang negatif membawa
kesengsaraan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
HALAMAN 10
Pegangan Hidup:
Orang pemalas tetapi banyak yang
diinginkannya selalu akan meminta dikasihani orang lain. Itu sangat tercela.
Orang pemalas seperti air di daun talas,
plin-plan namanya. Jadilah dia manusia pengiri melihat keutamaan orang lain.
Amal yang baik seperti ilmu padi makin
lama makin merunduk karena penuh bernas.
Bila setiap orang berilmu padi maka
kehidupan masyarakat pun akan seperti itu.
Janganlah meniru padi yang hampa,
tengadah tapi tanpa isi.
Jangan pula meniru padi rebah muda,
hasilnya nihil, karena tidak dapat dipetik hasilnya.
Kandungan Nilai:
Minta dikasihani orang itu adalah
tercela.
Manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan
dan berakhlak mulia, sehingga kualitas dirinya prima, seperti padi yang bernas.
Orang yang pongah, tidak berilmu dan
berkarakter rendah tak ubahnya seperti padi hampa.
HALAMAN 11
Pegangan Hidup:
Orang yang berwatak rendah, pasti tidak
akan hidup lama.
Sayangilah orang tua, oleh karena itu
hati-hatilah dalam memilih isteri, memilih hamba agar hati orang tua tidak
tersakiti.
Bertanyalah kepada orang-orang tua
tentang agama hukum para leluhur, agar hirup tidak tersesat.
Ada dahulu (masa lampau) maka ada
sekarang (masa kini), tidak akan ada masa sekarang kalau tidak ada masa yang
terdahulu.
Ada pokok (pohon) ada pula batangnya,
tidak akan ada batang kalau tidak ada pokoknya.
Bila ada tunggulnya maka tentu akan ada
batang (catang)-nya.
Ada jasa tentu ada anugerahnya. Tidak
ada jasa tidak akan ada anugerahnya.
Perbuatan yang berlebihan akan menjadi
sia-sia.
Kandungan Nilai:
Orang berwatak rendah akan dibenci orang
mungkin dibunuh orang, hidupnya tidak akan lama, namanya pun tidak dikenang
orang dengan baik.
Hormatilah dan senangkanlah ahti orang
tua.
Banyak bertanya agar hidup tidak
tersesat.
Kesadaran akan waktu dan sejarah.
Kesadaran akan adanya “reward” yang harus
diimbangi dengan jasa/kerja
HALAMAN 12
Pegangan Hidup:
Perbuatan yang berlebihan akan menjadi
sia- sia, dan akhirnya sama saja dengan tidak beramal yang baik.
Orang yang terlalu banyak keinginannya,
ingin kaya sekaya-kayanya, tetapi tidak berkarya yang baik, maka keinginannya
itu tidak akan tercapai.
Ketidak-pastian dan kesemerawutan keadaan
dunia ini disebabkan karena salah perilaku dan salah tindak dari para orang
terkemuka, penguasa, para cerdik pandai, para orang kaya; semuanya salah
bertindak, termasuk para raja di seluruh dunia.
Bila tidak mempunyai rumah/kekayaan yang
banyak ya jangan beristri banyak.
Bila tidak mampu berproses menjadi orang
suci, ya jangan bertapa.
Kandungan Nilai:
Pekerjaan yang sia-sia sama saja dengan
tidak berkarya.
Tanpa berkarya tak akan tercapai
cita-cita.
Ketidak tenteraman di masyarakat karena
para cerdik pandai, birokrat dan orang-orang kaya salah dalam berperilaku dan
bertindak.
Pandailah mengukur kemampuan diri, agar
tidak sia-sia.
HALAMAN 13
Pegangan Hidup:
Keinginan tidak akan tercapai tanpa
berkarya, tidak punya keterampilan, tidak rajin, rendah diri, merasa berbakat
buruk. Itulah yang disebut hidup percuma saja.
Tirulah wujudnya air di sungai, terus
mengalir dalam alur yang dilaluinya. Itulah yang tidak sia-sia. Pusatkan
perhatian kepa cita-cita yang diinginkan. Itulah yang disebut dengan kesempurnaan
dan keindahan.
Teguh semangat tidak memperdulikan
hal-hal yang akan mempengaruhi tujuan kita.
Perilaku Yang Positif:
Perhatian harus selalu tertuju/terfokus
pada alur yang dituju.
Senang akan keelokan/keindahan.
Kuat pendirian tidak mudah terpengaruh.
Jangan mendengarkan ucapan-ucapan yang
buruk.
Konsentrasikan perhatian pada cita-cita
yang ingin dicapai.
Kandungan Nilai:
Harus mempunyai SDM yang berkualitas
prima.
Konsenrtrasi dan fokus perhatian sangat
penting dalam mencapai cita-cita.
Itulah intisari naskah AMANAT DARI GALUNGGUNG (KROPAK 632), yang disebut
dengan AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA.
Kini terpulang kepada kita dalam menelusuri, memilih serta memilah dan
mensistemasikan nilai-nilai luhur yang diamanatkan oleh Rajaguru Darmasiksa kepada
kita Urang Sunda (Saunggalah I, II, Galuh, Sunda), bukankah dengan tegas beliau
mengamanatkan bahwa amanatnya ini ditujukan bagi kita semuanya untuk terus
berusaha mewujudkan masyarakat yang berbudaya.
Referensi yang gunakan:
Pustaka Pararatwan I
Bhumi Jawadwipa - Parwa 1 Sargha 1-4. Agus Aris Munandar dan Edi S. Ekadjati.
Yayasan Pembangunan Jawa Barat, 1991.
§Rintisan Penelusuran
Masa Silam Sejarah Jawa Barat. Drs. Saleh Danasasmita dkk. Pemerintah Propinsi
Daerah Tk I. Jawa Barat, 1983-1984.